Selasa, 22 November 2011

Askep Amputasi

PENGERTIAN AMPUTASI

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas

PENYEBAB / PRESDISPOSISI

Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi
  1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
  2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
  3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berati
  4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
  5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
  6. Deformitas organ.

JENIS AMPUTASI

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
  1. Amputasi selektif/terencana :
    Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
  2. Amputasi akibat trauma
    Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
  3. Amputasi darurat
    Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas
Jenis Amputasi yang dikenal antara lain:
  1. Amputasi Terbuka
    Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama
  2. Amputasi Tertutup
    Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya

MANAGEMENT KEPERAWATAN pada AMPUTASI

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap pre-operatif, tahap intra-operatif, dan pada tahap post-operati
Pre Operatif
  1. Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
  2. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi
    1. Pengkajian Riwayat Kesehatan
      1. Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
    2. Pengkajian Fisik
      1. Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
        Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
        SISTEM TUBUH
        KEGIATAN
        Integumen :
        Kulit secara umum
        Lokasi amputasi
        Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
        Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif.
        Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
        Sistem Cardiovaskuler :
        1. Cardiac reserve
        2. Pembuluh darah
        Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
        Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah
        Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
        Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
        Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
        Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
        Memonitor intake dan output cairan.
        Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
        Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
        Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral
    3. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
      1. Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
      2. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
      3. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
      4. Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini
    4. Laboratorik
      1. Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung

DIAGNOSA KEPERAWATAN dan PERENCANAAN KEPERAWATAN AMPUTASI

Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara lain :
  1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
    1. Karakteristik penentu:
      1. Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan
      2. Menyatakan kurang pemahaman
      3. Meminta informasi
    2. Tujuan :
      1. Kecemasan pada klien berkurang
    3. Kriteria evaluasi:
      1. Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
      2. Mengungkapkan pemahaman tentang operasi
    4. Intervensi:
      1. Memberikan bantuan secara fisik danpsikologis, memberikan dukungan moral
        Rasional: Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya
      2. Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya
        Rasional: Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan / persepsi klien
      3. Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien
        Rasional: Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat
  2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi
    1. Karakteristik penentu :
      1. Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
      2. Takut kecacatan.
      3. Rendah diri, menarik diri.
    2. Tujuan :
      1. Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
    3. Kriteria evaluasi :
      1. Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
      2. Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru
    4. Intervensi :
      1. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup
        Rasional: Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.
      2. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi
        Rasional: Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi
      3. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah
        Rasional: Meningkatkan dukungan mental.
      4. Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi
        Rasional: Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri
Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara lain
  1. Mengatasi nyeri
    1. Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
    2. Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
    3. Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese. Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
  2. Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur
    1. Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki (yang sehat), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
    2. Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
  3. Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
    1. Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
    2. Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu (karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka)
    3. Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
    4. Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam
Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran.
Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif. Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi
Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi.
Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
  1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi
    1. Karakteristik penentu :
      1. Menyatakan nyeri.
      2. Merintih, meringis.
    2. Tujuan :
      1. Nyeri hilang / berkurang.
    3. Kriteria evaluasi :
      1. Menyatakan nyeri hilang.
      2. Ekspresi wajah rileks.
    4. Intervensi :
      1. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup
        Rasional : Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental
      2. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi
        Rasional: Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi
      3. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah
        Rasional: Meningkatkan dukungan mental
      4. Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi
        Rasional: Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri
  2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
    1. Karakteristik penentu :
      1. Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
      2. Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
      3. Depresi.
    2. Tujuan :
      1. Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
    3. Kriteria evaluasi :
      1. Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
      2. Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup
    4. Intervensi :
      1. Validasi masalah yang dialami klien
        Rasional: Meninjau perkembangan klien
      2. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung
        1. Perawatan luka.
        2. Mandi.
        3. Menggunakan pakaian

        Rasional: Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh
      3. Berikan dukungan moral
        Rasional: Meningkatkan status mental klien
      4. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri
        Rasional: Memfasilitasi penerimaan terhadap diri
  3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
    1. Karakteristik penentu :
      1. Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
    2. Tujuan :
      1. Tidak terjadi komplikasi.
    3. Kriteria evaluasi :
      1. Tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
    4. Intervensi:
      Infeksi:
      1. Lakukan perawatan luka adekuat
        Rasional: Mencegah terjadinya infeksi

      Perdarahan; pantau
      1. Masukan dan pengeluaran cairan
        Rasional: Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputas
      2. Tanda-tanda vital tiap 4 jam
        Rasional: Sebagai monitor status hemodinamik
      3. Kondisi balutan tiap 4-8 jam
        Rasional: Indikator adanya perdaraham masif

      Emboli lemak
      1. Monitor pernafasan
        Rasional: Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin
      2. Persiapkan oksigen
        Rasional: Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat
      3. Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu
        Rasional: Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan
  4. dll
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
  1. Melakukan perawatan luka post-operasi
    1. Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
    2. Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
  2. Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
    1. Memberi dukungan psikologis.
    2. Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
  3. Mencegah kontraktur
    1. Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
    2. Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
  4. Aktivitas perawatan diri
    1. Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
    2. Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
    3. Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
    4. Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
    5. Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.

KESIMPULAN

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar, ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk mencapai tingkat homeostatis maksimal tubuh.
Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegakkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)

REFERENSI

  1. Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S (1986), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia
  2. Engram, Barbara (999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.
  3. Kozier, erb; Oliveri (1991), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.
  4. Reksoprodjo, S; dkk (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN dengan BATU GINJAL (URETROLITHIASIS / CHOLELITHIASIS)

Pengertian

Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra.
Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Insiden dan Etiologi

Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari.
Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)
Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
  1. Faktor Intrinsik, meliputi:
    1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
    2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
    3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
  2. Faktor Ekstrinsik, meliputi:
    1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
    2. Iklim dan temperatur
    3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
    4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
    5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih

Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:
  1. Teori Nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti, batu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
  2. Teori Matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
  3. Penghambat Kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.
Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75 - 80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:
  1. Hiperkalsiuria: Kadar kalsium urine lebih dari 250 - 300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorbsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid.
  2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
  3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
  4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom mal-absorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
  5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.
Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (Uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.
Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5 - 10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.

Patofisiologi

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pielonefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)

Gambaran Klinik dan Diagnosis

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketuk di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi, didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu saluran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di antara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan pieolografi intra vena (IVP) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shaddow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Pencegahan

Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalah upaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
  1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2 - 3 liter per hari
  2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
  3. Aktivitas harian yang cukup
  4. Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
  1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
  2. Rendah oksalat
  3. Rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
  4. Rendah purin
  5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN BATU GINJAL

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
  1. Aktivitas/istirahat:
    1. Gejala:
      1. Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
      2. Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
      3. Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)
  2. Sirkulasi
    1. Tanda:
      1. Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
      2. Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
  3. Eliminasi
    1. Gejala:
      1. Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
      2. Penurunan volume urine
      3. Rasa terbakar, dorongan berkemih
      4. Diare
    2. Tanda:
      1. Oliguria, hematuria, piouria
      2. Perubahan pola berkemih
  4. Makanan dan cairan:
    1. Gejala:
      1. Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
      2. Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
      3. Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
    2. Tanda:
      1. Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
      2. Muntah
  5. Nyeri dan kenyamanan:
    1. Gejala:
      1. Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
    2. Tanda:
      1. Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
      2. Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
  6. Keamanan:
    1. Gejala:
      1. Penggunaan alkohol
      2. Demam/menggigil
  7. Penyuluhan/pembelajaran:
    1. Gejala:
      1. Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
      2. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
      3. Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

Tes Diagnostik

Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN BATU GINJAL

  1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
  2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
  3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN

  1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
    1. Intervensi:
      1. Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar
        Rasional: Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas
      2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi
        Rasional: Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.
      3. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi
        Rasional: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
      4. Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik
        Rasional: Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot
      5. Bantu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.
        Rasional: Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya
      6. Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen
        Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut
      7. Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
        1. Analgetik
        2. Antispasmodik
        3. Kortikosteroid

        Rasional:
        1. Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental
        2. Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.
        3. Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu
      8. Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan
        Rasional: Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi
  2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
    1. Intervensi:
      1. Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.
        Rasional: Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
      2. Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi
        Rasional: Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan uretrovesikal.
      3. Dorong peningkatan asupan cairan
        Rasional: Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu
      4. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran
        Rasional: Akumulasi sisa uremik dan ketidak seimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP
      5. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
        Rasional: Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal
      6. Berikan obat sesuai indikasi:
        1. Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)
        2. Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)
        3. Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)
        4. Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)
        5. Antibiotika
        6. Natrium bikarbonat
        7. Asam askorbat

        Rasional:
        1. Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.
        2. Mencegah stasis urine dan menurunkan pembentukan batu kalsium.
        3. Menurunkan pembentukan batu fosfat
        4. Menurnkan produksi asam urat.
        5. Mungkin diperlukan bila ada ISK
        6. Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.
        7. Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
      7. Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).
        Rasional: Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.
      8. Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi
        Rasional: Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
      9. Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi
        Rasional: Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu
  3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
    1. Intervensi:
      1. Awasi asupan dan haluaran
        Rasional: Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal
      2. Catat insiden dan karakteristik muntah, diare
        Rasional: Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung
      3. Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari
        Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar
      4. Awasi tanda vital.
        Rasional: Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
      5. Timbang berat badan setiap hari
        Rasional: Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi
      6. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit
        Rasional: Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi
      7. Berikan cairan infus sesuai program terapi
        Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)
      8. Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien
        Rasional: Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
      9. Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).
        Rasional: Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
    1. Intervensi:
      1. Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari
        Rasional: Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu
      2. Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
        1. Diet rendah purin
        2. Diet rendah kalsium
        3. Diet rendah oksalat
        4. Diet rendah kalsium/fosfat

        Rasional: Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan
      3. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas
        Rasional: Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu
      4. Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria)
        Rasional: Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius
      5. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada.
        Rasional: Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
  2. Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
  3. Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
  4. Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI

A. TINJAUAN TEORI

PENGERTIAN

Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli.

INSIDEN

Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.

KLASIFIKASI Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

  1. Staging dan klasifikasi
    Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :
    1. T = pembesaran lokal tumor primer, ditentukan melalui :
      Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
      No
      KODE
      KET
      1
      Tis
      Carcinoma insitu (pre invasive Ca)
      2
      Tx
      Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan
      3
      To
      Tanda-tanda tumor primer tidak ada
      4
      T1
      Pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak
      5
      T2
      Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli.
      6
      T3
      Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di buli-buli.
      7
      T3a
      Invasi otot yang lebih dalam
      8
      T3b
      Perluasan lewat dinding buli-buli
      9
      T4
      Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
      10
      T4a
      Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
      11
      T4b
      Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen
    2. N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative
      No
      KODE
      KET
      1
      Nx
      Minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
      2
      No
      Tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional
      3
      N1
      Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
      4
      N2
      Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple
      5
      N3
      Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas antaranya dan tumor
      6
      N4
      Pemebesaran kelenjar lymfe juxta regional
    3. M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh. Pemeriksaan klinis, thorax foto, dan test biokimia
      No
      KODE
      KET
      1
      Mx
      Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
      2
      M1
      Adanya metastase jauh
      3
      M1a
      Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
      4
      M1b
      Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
      5
      M1c
      Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
      6
      M1d
      Metastase dalam organ yang multiple
  2. Type dan lokasi
    Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
    1
    Efidermoid Ca Kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell, anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya
    2
    Adeno Ca Sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
    3
    Rhabdomyo sarcoma Sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal
    4
    Primary Malignant lymphoma Neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing
    5
    Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mammae Mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi

GEJALA KLINIS Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

  1. Kencing campur dara yang intermitten
  2. Merasa panas waktu kencing
  3. Merasa ingin kencing
  4. Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing
  5. Nyeri suprapubik yang konstan
  6. Panas badan dan merasa lemah
  7. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
  8. Nyeri pda satu sisi karena hydronephrosis

PATOFISIOLOGI Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

  1. Download Patofisiologi Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

PENATALAKSANAAN Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

  1. Pemeriksaan penunjang
    1. Laboratorium
      1. Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria
      2. Lukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
      3. RFT normal
      4. Lymphopenia (N = 1490-2930)
    2. Radiology
      1. Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya.
      2. Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
      3. Fractionated cystogram adanya invasi tomor dalam dinding buli-buli
      4. Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe
    3. Cystocopy dan biopsy
      1. Cystoscopy hamper selalu menghasilkan tumor
      2. Biopasi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin.
    4. Cystologi
      1. Pengecatan sieman/papanicelaou pada sediment urine terdapat transionil cel dari pada tumor
  2. Terapi
    1. Operasi
      1. Reseksi tranurethral untuk single/multiple papiloma
      2. Dilakukan pada stage 0,A,B1 dan grade I-II-low grade
      3. Total cystotomy dengan pegangkatan kel. Prostate dan urinary diversion untuk :
        1. Transurethral cel tumor pada grade 2 atau lebih
        2. Aquamosa cal Ca pada stage B-C
    2. Radioterapy
      1. Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C.
      2. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selam 2-3 minggu.
    3. Chemoterapi
      Obat-obat anti kanker :
      1. Citral, 5 fluoro urasil
      2. Topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-buli selama dua jam.

PROGNOSIS Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

Penemuan dan pemeriksaan dini, prognosisnya baik, tetapi bila sudah lama dan adanya metastesi ke organ lebih dalam dan lainnya prognosisnya jelek.

KOMPLIKASI Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

  1. Infeksi sekunder bil atumor mengalami ulserasi
  2. Retensi urine bil atumor mengadakan invasi ke bladder neck
  3. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi

B. KONSEP KEPERAWATAN

PENGKAJIAN Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

  1. Identitas
    Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
  2. Riwayat keperawatan
    Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas waktu kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
  3. Pemeriksaan fisik dan klinis
    1. Inspeksi, tampak warna kencing campur darah, pemebesaran suprapubic bil atumor sudah bear.
    2. Palpasi, teraba tumor 9masa) suprapubic, pmeriksaan bimaual teraba tumpr pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT.
  4. Pemeriksaan penunjang
    Lihat kosep dasar.

DIAGNOSA KEPERAWATAN dan PERENCANAAN KEPERAWATAN Ca / CANCER / TUMOR / CARSINOMA BULI

  1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
    1. Tujuan :
      1. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
      2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
      3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
    2. Intervensi :
      1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya
        Rasional: Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi
      2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
        Rasional: Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya
      3. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai
        Rasional: Dapat menurunkan kecemasan klien
      4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
        Rasional: Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya
      5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.
        Rasional: Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan
      6. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system
        Rasional: Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat / keluarga
      7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
        Rasional: Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat
      8. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar
        Rasional: Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong
  2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
    1. Tujuan :
      1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
      2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
      3. Mengikuti program pengobatan
      4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
    2. Intervensi :
      1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
        Rasional: Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan
      2. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
        Rasional: Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi
      3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
        Rasional: Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri
      4. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik
        Rasional: Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas
      5. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu
        Rasional: Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
      6. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien
        Rasional: Agar terapi yang diberikan tepat sasaran
      7. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll
        Rasional: Untuk mengatasi nyeri
  3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
    1. Tujuan :
      1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
      2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
      3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
    2. Intervensi :
      1. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya
        Rasional: Memberikan informasi tentang status gizi klien
      2. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan
        Rasional: Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
      3. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis
        Rasional: Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk
      4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
        Rasional: Kalori merupakan sumber energi
      5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas
        Rasional: Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
      6. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
        Rasional: Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri
      7. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan
        Rasional: Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan
      8. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien
        Rasional: Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).
      9. Kolaboratif
        Rasional: Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien
      10. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
        Rasional: Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien
      11. Berikan pengobatan sesuai indikasi
        Rasional: Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan.
  4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
    1. Tujuan :
      1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.
      2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
      3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan.
      4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.
    2. Intervensi :
      1. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya
        Rasional: Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien
      2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker
        Rasional: Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian
      3. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan
        Rasional: Membantu klien dalam memahami proses penyakit
      4. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien
        Rasional: Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan
      5. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya
        Rasional: Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien
      6. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
        Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat
      7. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.
        Rasional: Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman
      8. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut
        Rasional: Meningkatkan integritas kulit dan kepala.
  5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi.
    1. Tujuan :
      1. Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi
      2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
      3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.
    2. Intervensi :
      1. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik
        Rasional: Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan
      2. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah
        Rasional: Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman.
      3. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine
        Rasional: Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi
      4. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras.
        Rasional: Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa
      5. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral
        Rasional: Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.
      6. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
        Rasional: Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi
      7. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation
        Rasional: Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik.
      8. Kultur lesi oral
        Rasional: Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat
  6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
    1. Tujuan :
      1. Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.
    2. Intervensi :
      1. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
        Rasional: Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia
      2. Timbang berat badan jika diperlukan
        Rasional: Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.
      3. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.
        Rasional: Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
      4. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien
        Rasional: Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia
      5. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu
        Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang
      6. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie
        Rasional: Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan
      7. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah
        Rasional: Mencegah terjadinya perdarahan
      8. Berikan cairan IV bila diperlukan.
        Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang
      9. Berikan therapy antiemetik.
        Rasional: Mencegah/menghilangkan mual muntah
      10. Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin
        Rasional: Mengetahui perubahan yang terjadi
  7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif
    1. Tujuan :
      1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi
      2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal
    2. Intervensi :
      1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama
        Rasional: Mencegah terjadinya infeksi silang
      2. Jaga personal hygine klien dengan baik
        Rasional: Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup
      3. Monitor temperatur
        Rasional: Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi
      4. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
        Rasional: Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi
      5. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur
        Rasional: Mencegah terjadinya infeksi
      6. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets
        Rasional: Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi
      7. Berikan antibiotik bila diindikasikan
        Rasional: Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi
  8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
    1. Tujuan :
      1. Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas
      2. Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
    2. Intervensi :
      1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya
        Rasional: Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya.
      2. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya
        Rasional: Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya
      3. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk
        Rasional: Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar.
  9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
    1. Tujuan :
      1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
      2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
    2. Intervensi :
      1. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka
        Rasional: Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit
      2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
        Rasional: Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi
      3. Ubah posisi klien secara teratur.
        Rasional: Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu
      4. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter
        Rasional: Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif

DAFTAR PUSTAKA

  1. Black, Joyce M & Esther Matassarin-Jacobs. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Continuity of Care, Edisi 5, W.B. Saunders Company, Philadelphia
  2. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
  3. Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.
  4. Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta.
  5. Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung.

Ca MAMMAE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CARSINOMA MAMMAE

PENGERTIAN CARSINOMA MAMMAE

Carsinoma mammae adalah neoplasma ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrasi dan destruktif dapat bermetastase (Soeharto Resko Prodjo, 1995)

Ca MAMMAE
Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel – sel normal, berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (Lynda Juall Carpenito, 1995).

PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI CARSINOMA MAMMAE

Menurut C. J. H. Van de Velde
  1. Ca Payudara yang terdahulu
    1. Terjadi malignitas sinkron di payudara lain karena mammae adalah organ berpasangan
  2. Keluarga
    1. Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi keturunan ini, dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae.
  3. Kelainan payudara (benigna)
    1. Kelainan fibrokistik ( benigna ) terutama pada periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah menderita yang porliferatif sedikit meningkat.
  4. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain
    1. Status sosial yang tinggi menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang berlebihan ada hubungan dengan kenaikan terjadi tumor yang berhubungan dengan oestrogen pada wanita post menopouse.
  5. Faktor endokrin dan reproduksi
    1. Graviditas matur kurang dari 20 tahun dan graviditas lebih dari 30 tahun
    2. Menarche kurang dari 12 tahun
  6. Obat anti konseptiva oral
    1. Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih dari 12 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk terkena kanker.

GAMBARAN KLINIK CARSINOMA MAMMAE

Menurut William Godson III. M. D
  1. Tanda carsinoma
    Kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang khas, mirip pada tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile, bentuk bulat dan elips
  2. Gejala carsinoma
    Kadang tak nyeri, kadang nyeri, adanya keluaran dari puting susu, puting eritema, mengeras, asimetik, inversi, gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai petunjuk adanya metastase.

ANATOMI

Anatomi Mammae

PATOFISIOLOGI CARSINOMA MAMMAE

Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995 )

PATHWAYS

Download PATHWAYS Ca MAMMAE

MASALAH KEPERAWATAN CARSINOMA MAMMAE

  1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
  2. Kerusakan integristas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan.
  3. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limpatik necrose jaringan.
  4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae.
  5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan
  6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi
  7. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidakpastian tentang hasil pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan pengetahuan tentang carsinoma dan pengobatan.

FOKUS PENGKAJIAN CARSINOMA MAMMAE

  1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
    1. Kaji tingkat nyeri dengan P. Q. R. S. T.
      1. Provoking : Penyebab
      2. Quality : Kwalitas
      3. Region : Lokasi
      4. Severate : Skala
      5. Time : Waktu
    2. Kaji efek nyeri pada individu dengan menggunakan individu dan keluarga
      1. Kinerja (pekerjaan) tanggung jawab peran
      2. Interaksi sosial
      3. Keuangan
      4. Aktifitas sehari – hari
      5. Kognitif / alam perasaa
      6. Unit keluarga (respon anggota keluarga)
  2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan
    Hal yang dikaji :
    1. Identifikasi faktor penyebab kerusakan integritas
    2. Identifikasi rasional untuk pencegahan dan pengobatan, kerusakan integritas
    3. Identifikasi tahap perkembangan
      1. C1 Tahap I : eritema yang tidak memutih dari kulit yang utuh
      2. C2 Tahap II : ulserasi pada epidermis atau dermis
      3. C3 Tahap III : ulserasi meliputi lemak kuta
      4. C4 Tahap IV : ulserasi meluas otot, telinga dan struktur penunjang
  3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfatik, necrose jaringan
    1. Kaji tanda radang
    2. Kaji intake
    3. Kaji pemberian obat dengan 5 benar ( waktu, obat, nama, dosis, cara
    4. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Lekosit)
  4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae
    Hal yang dikaji :
    1. Kaji perasaan terhadap kehilangan dan perubahan mammae
    2. Kaji respon negatif verbal dan non verbal
  5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan
    Hal yang dikaji :
    1. Tingkat pendidikan
    2. Kemampuan dalam mempersepsikan status kesehata
    3. Perilaku kesehatan yang tidak tepat
  6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi
    Hal yang dikaji :
    1. Kaji intake
    2. Pantau berat badannya
    3. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Gula darah )
    4. Kaji mual dan muntah
  7. Ansietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian tentang pengaobatan, perasaan putus asa dan tak berada, ketidak cukupan pengetahuan carsinoma dan pengobatan
    Hal yang dikaji :
    1. Kaji dan ukur tanda - tanda vital
    2. Kaji tingkat kecemasan, ringan, sedang, berat, panik
    3. Kaji tingkat pendidikan

FOKUS INTERVENSI CARSINOMA MAMMAE

Fokus intervensi dari perawatan pasien dengan carsinoma mammae
  1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi, diseksi otot ( Danielle Gale, 1995; Doengos, 1993)
    1. Kriteria evaluasi :
      1. Pasien mengekspresikan penurunan nyeri
    2. Intervensi
      1. Perhatikan lokasi nyeri
      2. Lamanya dan intensitasnya ( skala 1-10)
      3. Perhatikan respon verbal dalam mengungkapkan nyeri
      4. Pantu pasien untuk posisi yang nyaman serta tindakan yang dapat memberi kenyamanan seperti masase punggung
      5. Dorong ambualasi dini dan teknik relaksasi
      6. Berikan obat sesuai pesanan.
  2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi adanya edema, destruksi jaringan ( Doengos, 1993)
    1. Kriteria evaluasi :
      1. Akan terjadi penyembuhan luka bebas drainase, purulen atau eritema
    2. Intervensi
      1. Obsrvasi balutan / luka setelah dilakukan perawatan luka, guna mengetahui karakteristik luka, drainase, quasi edema, kemerahan dan insisi pada mammae
      2. Tempatkan pada posisi semi fowler pada sisi puggung yang tidak sakit
      3. Injeksi dibagian yang tidak sakit
      4. Kosongkan drain secara periodik, catat jumlah dan karakteristik
  3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfalik karena diseksi nodus limfe aksilaris dan adanya drain pembedahan ( Danielle Gale, 1945)
    1. Kriteria evaluasi :
      1. Tidak ada infeksi pada extremitas yang sakit dan atau pada daerah luka pembedahan
    2. Intervensi
      1. Observasi lengan yang sakit terhadap adanya tanda – tanda infeksi
      2. Observasi integritas kulit yang tertutup diatas dinding dada terhadap tanda dan gejala kemerahan, pembengkakan dan drainase, bau tidak sedap, serta warna kekuning – kuningan atau kehijau – hijauan
      3. Hindari penggunaan extremitas yang sakit untuk pemasangan infus
      4. Observasi daerah pemasangan drainase terhadap adanya tanda kemerahan, nyeri pembengkakan, atau adanya drainase purulenta
      5. Observasi kulit dan rawat kuku pada daerah yang sakit.
  4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran dari mastektomi segmental dan atau radiasi mammae ( Dainalle Galle, 1995)
    1. Kriteria evaluasi
      1. Rasa percaya diri meningkat
    2. Intervensi :
      1. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaannya tentang diagnosa carsinoma mammae, pengobatannya dan dampak yang diharapkan atas gaya hidup
      2. Evaluasi perasaan pasien atas kehilangan mammae pada aktifitas sexual, hubungan dan citra tubuhnya
      3. Berikan kesempatan pasien terhadap rasa berduka atas kehilangan mammae
      4. Izinkan pasien mengungkapkan perasaan negatifnya.
  5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan ( Daianlle Galle, 1995)
    1. Kriteria evaluasi
      1. Pasien dapat berperan serta dalam pengambilan keputusan akan pengobatan carsinoma
      2. Pasien mendiskusikan rasional dari pengobatan dan mengungkapkan tindakan – tindakan yang kemungkinan timbul dari efek samping
    2. Intervens
      1. Observasi pengetahuan pasien / keluarga mengenai carsinoma mammae dan anjurkan pengobatannya
      2. Jelaskan patofisiologi dari carsinoma mammae
      3. Hindari janji – janji yang tidak mungkin
      4. Berikan informasi tentang pilihan pengobatan yang sesuai
  6. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan informasi dan pengobatannya ( Lynda Juall, 1993 )
    1. Kriteria evaluasi
      1. Pasien akan berbagi masalah mengenai diagnosa carsinoma
    2. Intervensi
      1. Berikan kesempatan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaan
      2. Lakukan kontak sering, berikan suasana ketenangan dan rileks
      3. Tunjukkan sikap yang tidak menilai dan mendengar penuh perhatian
      4. Dorong diskusi tentang carsinoma dan pengalaman orang lain
  7. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi ( Danielle galle, 1995 )
    1. Kriteria evaluasi
      1. Berat badan naik atau turun
    2. Intervensi
      1. Monitor untuk mekanan tiap hari
      2. Timbang badan tiap hari jika memungkinkan
      3. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat
      4. Observasi ulang makanan pantang dan kesukaan
      5. Manipulasi lingkungan yang nyaman, bersih, dan tak berbau
      6. Anjurkan makan porsi kecil dan sering
      7. Kolaborasi ahli gizi untuk pemberian diet TKTP

DAFTAR PUSTAKA

  1. Carpenito, Lynda Juall (1995), Buku saku diagnosa keperawatan dan dokumentasi, edisi 4, Alih Bahasa Yasman Asih, Jakarta, EGC
  2. C. J. H. Van de Velde (1996), Ilmu bedah, Edisi 5, Alih Bahasa “ Arjono” Penerbit Kedokteran, Jakarta, EGC
  3. Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa Monica Ester, Jakarta, EGC
  4. Daniell Jane Charette (1995), Ancologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa Imade Kariasa, Jakarta, EGC
  5. Theodore R. Schrock, M. D (1992), Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta, EGC
  6. Thomas F Nelson, Jr M. D (1996), Ilmu Bedah, edisi 4, Alih Bahasa Dr. Irene Winata, dr. Brahnu V Pendit. Penerbit Kedokteran, Jakarta, E G C

Read more: Ca MAMMAE

Ca COLON (CANCER COLON )

DEFINISI 

Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998)
Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah. Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon.

PATOFISIOLOGI

Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian (Sthrock, 1991):
  • 26 % pada caecum dan ascending colon
  • 10 % pada transfersum colon
  • 15 % pada desending colon
  • 20 % pada sigmoid colon
  • 30 % pada rectum
Gambar dibawah ini menggambarkan terjadinya kanker pada sigmoid dan colon kanan dan mengurangi timbulnya penyakit pada rektum dalam waktu 30 tahun (Sthrock).
Karsinoma Colon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terdeteksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan. Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode. Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenterik fat. Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya, kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa, setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver.
Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :
  • Kelenjar Adrenalin
  • Ginjal
  • Kulit
  • Tulang
  • Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial.

KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
  • Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
  • Pembentukan abses
  • Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya (Uterus, Urinary Bladder, dan Ureter) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.

ETIOLOGI

Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society (The National Cancer Institute), dan organisasi kanker lainnya.
Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut, yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan (e.g Mormons, seventh Day Adventists).
Makanan yang harus dihindari :
  • Daging merah
  • Lemak hewan
  • Makanan berlemak
  • Daging dan ikan goreng atau panggang
  • Karbohidrat yang disaring (example:sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi:
  • Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis (seperti brokoli,brussels sprouts)
  • Butir padi yang utuh
  • Cairan yang cukup terutama air
Karena sebagian besar tumor Colon menghasilkan adenoma, faktor utama yang membahayakan terhadap kanker Colon menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma Colon : Tubular, Villous dan Tubulo Villous. Meskipun hampir sebagian besar kanker Colon berasal dari adenoma, hanya 5% dari semua Adenoma Colon menjadi manigna, Villous Adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna.
Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui, poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum. Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 – 30 tahun.
Orang-orang yang telah mempunyai Ulcerative Colitis atau penyakit Crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker Colon. Penambahan resiko pada permulaan usia muda dan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker Colon akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut

KEJADIAN

Kira-kira 152.000 orang di amerika serikat terdiagnosa kanker Colon pada tahun 1992 dan 57.000 orang meninggal karena kanker ini pada tahun yang sama (ACS 1993). Sebagian besar klien pada kanker Colon mempunyai frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Kanker pada colon kanan biasanya terjadi pada wanita dan Ca pada rektum biasanya terjadi pada laki-laki.

ALTERNATIF TRANSKULTURAL

Kejadian Ca Colon pada USA tampaknya mengalami kemunduran dari seluruh bangsa-bangsa lain kecuali pada laki-laki Afrika dan Amerika. Kejadian yang lebih besar terjadi terhadap kanker ini terjadi di daerah industri bagian barat dan sebagian Jepang, Firlandia dan Afrika. Ini adalah pemikiran yang berhubungan dengan diet. Daerah yang penduduknya mengalami kejadian yang rendah terhadap Ca Colon mempunyai diet tinggi terhadap buah-buahan, sayuran, ikan dan sebagian kecil daging.

COLABORATIF MANAGEMENT

PENGKAJIAN

SEJARAH

Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin, sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
    1. Sejarah dari keluarga terhadap Ca Colon
    2. Radang usus besar
    3. Penyakit Crohn’s
    4. Familial Poliposis
    5. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces, klien mungkin merasa perutnya terasa penuh, nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .

PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda Ca Colon tergantung pada letak tumor. Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah :
    1. Perdarahan pada rektal
    2. Anemia
    3. Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks. Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya (tetapi bisa tidak banyak) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colon adalah :
    1. Teraba massa
    2. Pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
    3. Perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.

PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL

Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca Colon dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-orang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti pedoman kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Nilai Hemoglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase (Tanaman lobak dan Gula bit) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggunakan obat Non steroidal anti peradangan (ibuprofen) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca Colon. Carsinoma Embrionik Antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca Colon, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit.

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LAIN

Tim medis biasanya melakukan Sigmoidoscopy dan Colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.

ANALISIS

Pasien dengan tipe Ca Colon mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini:
  1. Diagnosa keperawatan utama
    1. Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
    2. Ketidakefektifan koping individu s.d gangguan konsep diri.
  2. Diagnosa keperawatan tambahan
    1. Nyeri s.d obstruksi tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ yang lainnya.
    2. Gangguan pemeliharaan kesehatan s.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
    3. Ketidakefektifan koping keluarga : Kompromi s.d gangguan pada peran, perubahan gaya hidup dan ketakutan pasien terhadap kematian.
    4. Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d program diagnosa.
    5. Ketakutan proses penyakit
    6. Ketidakberdayaan s.d penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya.
    7. Gangguan pola sexual s.d gangguan konsep diri.
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
RESIKO TINGGI TERHADAP LUKA
PERENCANAAN :
Tujuan Klien.
Tujuan untuk klien adalah :
  1. Pengalaman pengobatan atau memperpanjang kelangsungan hidup.
  2. Pengalaman untuk meningkatkan kualitas hidup.
  3. Tidak ada pengalaman tentang komplikasi kanker termasuk metastase.
INTERVENSI
  1. Pembedahan
    Biasanya pengobatan untuk tumor di kolon atau rektal.Tetapi radiasi dan kemoterapi mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan, untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker.
  2. Pelaksanaan tanpa pembedahan.
    Tim medis dapat menilai kanker tiap pasien untuk menentukan rencana pengobatan yang baik dengan mempertimbangkan usia, komplikasi penyakit dan kualitas.
  3. Terapi radiasi
    Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini dapat menyebabkan kesempatan yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang mana terjadi fasilitas reseksi tumor selama pembedahan.
    Radiasi dapat digunakan post operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai ukuran nyeri, terapi radiasi menurunkan nyeri, perdarahan, obstruksi usus besar atau metastase ke paru-paru dalam perkembangan penyakit.
    Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya diare dan kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek samping dari terapi .
  4. Kemoterapi
    Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas tumor pada anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan levamisole (ergamisol) telah direkomendasikan terhadap standar terapi untuk stadium khusus pada penyakit (contoh stadium III) untuk mempertahankan hidup. Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan untuk mengontrol gejala-gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase. Kemoterapi intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang digunakan pada klien dengan metastasis liver.

MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Reseksi kolon dengan atau tanpa kolostomi dan reseksi perineal abdomen adalah prosedur umum pembedahan terhadap Ca kolorektal.

Reseksi kolon

Tipe khusus terhadap reseksi dan keputusan untuk membuat kolostomi sementara atau permanen tergantung pada :
    • Lokasi dan ukuran tumor
    • Tingkat komplikasi (contoh obstruksi atau perforasi)
    • Kondisi klien
    • Reseksi kolon melibatkan pemotongan pada bagian kolon dengan tumor dan meninggalkan batas area dengan bersih.

Perawatan Pre operatif

Perawat membantu klien untuk menyiapkan reseksi kolon dengan mempertegas keterangan dari dokter terhadap prosedur rencana pembedahan. Klien menanyakan kepastian tentang kemungkinan perubahan yang terjadi pada anatomi dan fisiologi setelah pembedahan sebelum evaluasi pembedahan tumor dan kolon, dokter mungkin tidak dapat menentukan apakah kolostomo diperlukan sementara atau permanen. Jika ini sebuah penyakit dokter memberikan pertolongan pada klien tentang kemungkinan kolostomi. Ketika dokter memastikan kolostomi akan diperlukan, klien bertanya tentang kolostomi sebelum pembedahan. Jika kolostomi pasti direncanakan, perawat mengkonsulkan terapi enterostomal untuk menasehati penempatan ostomi yang optimal dan mengintruksikan kepada klien tentang fungsi umum ostomi dan rasionalnya. Terapi enterostomal adalah perawat yang recatat mempunyai latihan spesialisasi yang lengkap dan disahkan dalam perwatan ostomi.
Tidak berfungsinya alat sexual adalah suatu masalah yang potensial untuk laki-laki dan wanita yang mengalami Ca bedah rektal.Pembicaraan dokter ini tentang resiko terhadap klien,dan yang mendukung klien dalam usaha ini.Perawat mempersiapkan klien untuk bedah abdomen dengan anestesi umum.
Jika usus tidak obstruktif atau perforasi,rencananya adalah bedah elektif. Klien menerima dengan sungguh-sungguh pembersihan dari usus, atau “persiapan pembersihan usus”, untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya komplikasi, untuk persiapan pembersihan usus klien mengintruksikan untuk menentukan diet mereka untuk membersikan cairan cairan 1-2 hari sebelum pembedahan. Pembersihan mekanik akan sempurna dengan pencuci perut dan pemasukan cairan ke dalam poros usus atau dengan melavement seluruh isi perut. Untuk melavement seluruh isi perut, kuantitas besar makanan klien pada sodium sulfat dan poliyethilene glycol solution. Solusi yang melebihi kapasitas absobsi pada usus kecil dan colon bersih dari feces. Untuk mengurangi bahaya infeksi, para ilmuwan memberikan antibiotik oral atau intravena untuk di berikan pada hari sebelum pembedahan

Prosedur Operatif

Ahli bedah membuat insisi dalam perut dan memeriksa rongga abdomen untuk menentukan letak reseksi dari tumor tersebut. Bagian dari colon dengan tumor adalah menghilangkan dan terkhir membuka dua pada usus yang di irigasi sebelum hubungannya dengan colon. Jika hubungan ini tidak dapat dijalankan karena lokasi pada tumor atau kondisi pada usus.(Contoh inflamasi) ,kolostomi meningkat. Ahli bedah membuat colostomi dengan membuat pembukaan dalam lubang. Pada kolon ( Lubang kolostomi) atau dengan membagi kolon dan terakir membawa keluar satu (Akhir terminal kolostomi ), sisa setoma adalah sisa lubang menjahit luka untuk kulit pada abdomen. Kolostomi mungkin dapat meningkat pada kolon ascending,transversum,descending atau kolon sikmoit
Prosedur Hartman sering kali di lakukan ketika kolostomi sementara yang menghendaki untuk istirahat dan beberapa bagian usus. Kolon proksimal di gunakan untuk membuat kolostomi. Ahli bedah menjahit ujung distal dari kolon dan tempat dalam rongga abdomen atau eksterior pada mucus fitula.

Perawatan post operatif

Klien yang mempunyai kerusakan kolon tanpa menerima perawatan kolostomi sejenis, untuk klien yang menderita sedikit bedah abdomen.
Pasien yang mempunyai kolostomi dapat kembali dari pembedahan dengan sebuah sistem kantung ostomi pada tempatnya. Bila tidak ada sistem kantung pada tempatnya, Perawat meletakkan pembalut petrolatum tipis pada seluruh setoma untuk menjaganya untuk tetap lembab. Kemudian, stoma ditutup dengan pembalut steril yang kering. Perpaduan dengan terapi enterostomal (ET), perawat meletakkan sistem kantung sesegera mungkin. Sistem kantung kolostomi membuat lebih nyaman dan pengumpulan feces lebih bisa di terima dari pada dengan pembalutan.
Perawat mengobservasi untuk :
  • Nekrosis jaringan
  • Perdarahan yang tidak biasa
  • Warna pucat, yang mengindikasikan kurang sirkulasi
Stoma yang sehat berwarna merah muda-kemerahan-dan lembab. Sejumlah kecil perdarahan pada stoma adalah biasa tetapi perdarahan lain dilaporkan pada dokter bedah. Perawat juga secara berfrekuensi memeriksa sistem katung untuk mengetahui kondisinya tetap baik dan tanda-tand kebocoran.
Colostomi harus mulai berfungsi 2 – 4 hari setelah operasi. Ketika colostomi mulai berfungsi , kantung perlu dikosongkan secara berfrekuensi untuk menghilangkan gas yang terkumpul. Kantung harus di kosongkan bila sudah 1/3 –1/2 nya sudah penuh feces. Feces berbentuk cair sesudah operasi, tetapi menjadi lebih padat, tergantung pada di mana stoma diletakkan pada kolon. Sebagai contoh feces dari kolostomi dalam kolon bagaian atas yang naik adalah cair, feces di kolostomi dalam kolon melintang berbentuk pasta (mirip dengan feces seperti biasanya yang dikeluarkan dari rektum).
Aspek penting yang lain dari kolostomi adalah perawatan kulit. Barier pelindung di letakkan pada kulit sebelum kantung di pasang. Perawat mengamati kulit di sekitar stoma, untuk kulit kemerahan atau kerusakan kulit dan memberitahukan pada dkter atau ahli terapi atau fisik bila terjadi iritasi kulit.

Pemindahan Abdominal – Perineal

Bila ada tumor rektal, struktur pendukung rektum dan rektal dapat perlu di pindahkan. Pemindahan abdominal perineal biasanya membutuhkan kolostomi yang permanen untuk evaluasi. Bagaimanapun dengan improfisasi pada teknik pembedahan, banyak pasien dapat menjalani pemindahan kolon dengan spincter rektal dibiarkan utuh. Dengan demikian kebutuhan kolostomi dapat di hindari.

Perawatan pra operasi

Perawatan pra operasi untuk pasien yang menjalani pemindahan A/P sama dengan yang diberikan pada pasien yang menjalani pemindahan kolon (lihat bagian awal).

Prosedur Operasi

Dokter bedah membuka kolon sigmoit, kolon rekto sigmoid, rektum dan anus melalui kombinasi irisan pada abdominal dan perineal. Di buat akiran yang permanen dari kolostomi sigmoid.

Perawatan pasca operasi

Perawatan pasca operasi setelah pemindahan A/P adalah sama dengan perawatan yang diberikan setelah pemindahan kolon dengan pembuatan kolostomi sigmoid. Perawat bekerja sama dengan dokter ET untuk menyediakan perawatan kolostomi dan pasien serta pendidikan untuk keluarga.
Ada 3 metode dalam pembedahan untuk menutup luka :
  1. Luka dibiarkan terbuka, kasa diletakkan pada luka, dibiarkan pada tempatnya selama 2-5 hari. Bila ahli bedah melakukan pendekatan ini, irigasi luka dan kasa absorben digunakam sampai tahap penyembuhan.
  2. Luka dapat sebagian saja ditutup karena penggunaan jahitan luka atau bedah penrose yang diletakkan untuk pengeringan cairan yang terkumpul didalam luka.
  3. Luka dapat ditutup seluruhnya , kateter diletakkan melalui luka sayatan sepanjang sisi luka perineal dan dibiarkan selama 4-6 hari. Satu kateter digunakan untuk irigasi luka dengan salin isotoni yang steril dan kateter yang lain dihubungkan pada pengisapan yang bawah.
Pengeringan dari luka parineal dan rongga perut adalah penting karena kemungkinan infeksi dan pembentukan abses. Pengeringan copius serosa nguineous dari luka perineal adalah diharapkan penyembuhan luka perineal dapat memerlukan 6-8 bulan. Luka dapat menjadi sumber rasa tidak nyaman pada irisan abdominal dan ostomi. Dan perlu perawatan yang lebih baik dan intensif. Pasien dapat dihantui rasa sakit pada rektal karena inerfasi simpatik untuk kontrol rektal tidak diganggu. Sakit dan rasa gatal kadang-kadang bisa terjadi srtelah penyembuhan. Tidak ada penjelasan secara fisiologis untuk rasa ini. Intervensi dapat termasuk pengobatan anti puritis seperti bezocain dan sitz baths.
Perawat :
  1. Menjelaskan fisiologi dari sensasi perineal pada pasien
  2. Secara berkelanjutan menilai tanda infeksi, nanah atau komplikasi lainnya.
  3. Metode pelaksanaan menbentuk pengeringan luka dan kenyamanan

PENANGGULANGAN SECARA INDIVIDUAL YANG TAK EFEKTIF

RENCANA
Tujuan pasien
Tujuannya adalah bahwa pasien akan mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan metode penanggulangan yang efektif dalam persetujuan dengan meluhat perubahan dan takut kehilangan pengalaman.
INTERVENSI
Pasien dan keluarganya dihadapkan dengan isu atau rumor penyakit kanker kemungkinan kehilangan fungsi tubuh dan perubahan fungsi tubuh.
Perawat mengamati dan mengidentifikasi :
  • Metode baru penanggulangan pasien dan keluarganya
  • Sumber dukungan atau semangat yang efektif digunakan pada saat setelah krsisis
PERENCANAAN PERAWATAN
Persiapan perawatan rumah
Perawat menilai semua pasien mempunyai kemampuan melakukan perawatan insisi dan aktifitas hidup sehari-hari (ADL) dalam batas-batas tertentu.
Untuk pasien yang menjalani kolostomi, perawat menimbang situasi rumah untuk membantu pasien dalam pengaturan perawatan. Jadi ostomi akan berfungsi secara tepat, pasien dan keluarga harus menjaga persediaan ostomi di daerah (kamar mandi lebih disukai) dimana temperatur tidak panas juga tidak dungin (rintangan kulit dapat menjadi keras atau meleleh dalam temperataur ekstrim).
Tidak ada perubahan yang di butuhkan dalam akomodasi tidur. Beberapa pasien pindah ke ruangan tersendiri atau ke tempat tidur kembar. Ini dapat menuntun jarak fisik dan emosionil dari suami atau istri dan yang penting lainnya. Penutup karet pada awalnya dapat di tempatkan di atas kasur tempat tidur jika pasien merasa gelisah tentang sistem kantung.
Pengajaran kesehatan
Pasien yang menjalani reseksi kolon tanpa kolostomi menerima instruksi untuk kebutuhan spesifik di berokan sama pada pasien yang menjalani bedah abdomen. Di samping informasi ini, perawat mengajar semua pasien dengan reseksi kolon untuk melihat dan manifestasi laporan klinik untuk opstruksi usus dan perforasi.
Rehabilitasi sesudah bedah ostomi mengharuskan pasien dan keluarga belajar prinsip perawatan kolostomi dan kemampuan psikomotor untuk memudahkan perawatan ini. Memberikan informasi adalah penting, tetapi perawat juga harus memberikan kesempatan yang cukup kepada pasien untuk belajar kemampuan psikomotor yang terlibat dalam perawatan ostomi sebelum pelaksanaan. Waktu latihan yang cukup direncanakan untuk pasien dan keluarga atau yang penting lainnya. Sehingga mereka dapat mengurus, memasang dan menggunakan semua perawatan ostomi. Perawat mengajar pasien dan keluarga :
    1. Tentang stoma
    2. Pengunaan, perawatan dan pelaksanaan sistem kantung
    3. Pelindung kulit
    4. Kontrol diet atau makanan
    5. Kontrol gas dan bau
    6. Potensial masalah dan solusi
    7. Tips bagaimana melanjutkan aktifitas normal, termasuk bekerja, perjalanan dan hubungan seksual.
Pasien dengan kolostomi sigmoid mungkin beruntung dari irigasi kolostomi untuk mengantur eliminasi. Perawat mendiskusikan teknik ini dengan pasien dan keluarga untuk menentukan itu dikerjakan dan dirasakan berharga. Jika metode ini di pilih, perawat mengajar pasien dan keluaraga bagaimana melakukan irigasi kolostomi. Berbagai macam alat ajar dapat di gunakan. Instruksi tertulis menolong sebab clien dapat mengambil contoh ini sebagai acuan untuk waktu yang akan datang. Reposisin sangat diperlukan dalam mengajarkan pada pasien tentang kemampuan ini. Kegelisahan, ketakutan, rasa tidak nyaman dan semua bentuk tekanan mengubah pasien dan kemampuan keluarga pasien untuk belajar dan mengumpulkan informasi.
Dalam rangka menginstruksikan pada pasien tentang manifestasi klinis dari gangguan penyumbatan dengan dibuatnya lubang. Perawat juga menyarankan pada pasien dengan kolostomi untuk melaporkan adanya demam ataupun adanya serangan sakit yang timbul mendadak atau pun rasa berdenyut/ bergelombang pada sekitar stoma.
Persiapan Psikososial
Diagnosa kanker dapat menghentikan emosional klien dan keluarga atau orang penting lainnya, tetapi pengobatan di sambut sebab itu memberikan harapan dalam mengontrol penyakit. Perawat memeriksa reaksi sakit pasien dan persepsi dari interfensi yang di rencanakan.
Reaksi pasien terhadap pembedahan ostomi,yang mana mungkin termasuk pengerusakan dan melibatkan :
  1. Perasaan sakit hati terhadap yang lain
  2. Perasaan kotor, dengan penurunan nilai rasa
  3. Takut sebagai penolakan
Perawat mengijinkan pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaannya. Dengan mengajarkan pasien bagaimana fisiknya mengatur ostomi, perawat membantu pasien dalam memperbaiki harga diri dan meningkatkan body image, yang mana memiliki peranan penting dalam hubungan yang kokoh dengan yang lain. Pemasukan keluarga dan orang lain yang penting dalam proses rehabilitasi, juga menolong mempertahankan persahabatan dan meningkatkan harga diri pasien.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
  2. Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
  3. Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
  4. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
  5. Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  6. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
  7. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

Read more: Ca COLON